ATURAN BERPOLIGAMI SECARA ILEGAL
Aturan dalam berpoligami secara legal sulit dilakukan oleh para laki-laki hidung belang. Berdasarkan UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang jika dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan terutama istri sebelumnya. Hanya saja, kesulitan poligami secara legal tidak diiringi dengan pemberian sangsi tegas bagi yang melakukan secara ilegal, wal hasil kasus nikah siri menjadi solusi.
Aturan dalam berpoligami secara legal sulit dilakukan oleh para laki-laki hidung belang. Berdasarkan UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang jika dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan terutama istri sebelumnya. Hanya saja, kesulitan poligami secara legal tidak diiringi dengan pemberian sangsi tegas bagi yang melakukan secara ilegal, wal hasil kasus nikah siri menjadi solusi.
Banyak kasus yang beredar tentang pernikahan siri yang dilakuakan penduduk Indonesia, terutama bagi para laki-laki yang berkelebihan harta. Kebutuhan meredam nafsu syahwat berubah menjadi keinginan yang tidak terkendali. Ternyata kehidupan glamour seks tidak hanya menjangkiti masyarakat primitif yang berpola pikir patriarki, yang menganggap perempuan hanya untuk memenuhi kebutuhan seks laki-laki. Namun sudah merambah bagi kaum intelektual, bahkan para tokoh masyarakat yang nota bene menjadi panutan.
Sebagaimana dulu pada masa zahiliyah kekerajaan, seorang penguasa berhak memilih gadis manapun dari kalangan rakyatnya untuk dapat memuaskan nafsu sesaat. Mau tidak mau sang anak harus menurutinya. Kisah seperti itu ternyata bukan dongeng sebelum tidut, tapi itu nyata. Bahkan masih terjadi pada abad ke 21. Hanya saja kini eksploitasi perempuan dengan cara yang lebih halus, lebih elegan di mata penguasa.
Kasus nikah siri yang dilakukan Aceng HM Fikri kepada Fany Oktora patut menjadi kencaman pedas bagi setiap anak manusia yang masih terbuka hati dan pikirannya untuk membela kaum perempuan. Pelecehan kepada perempuan yang telah dilakukan Bupati Garut tersebut double effect. Pelanggaran yang dikakukan bertubi-tubi, namun sayangnya tak satupun peraturan yang dapat menjerat dirinya. Mengaku diri duda, padahal ada istri sah yang ia miliki dan masih hidup.
Peraturan nikah siri saat ini masih berupa usulan draf RUU, jadi tidak bisa menjerat Aceng HM Fikri, karena belum disahkan berupa undang-undang. Padahal kriminalitas yang ia lakukan selaku orang tersohor di Garut sangat jelas berupa tindakan amoral. Ia secara terang- terangan merusak masa depan Fany Oktora. Secara tersirat, Bupati Garut tersebut ingin berkata kepada masyarakat tentang keangkuhannya atas kedudukan, jabatan, harta dan wajah sok ganteng yang ia miliki.
Dengan lihai hidung belang itu berkata kepada public bahwa merupakan bagian dari haknya menikahi atau menceraikan. Hal ini sangat bahaya karena ia adalah tokoh masyarakat. Bisa jadi para pemuja seksualitas yang lain akan mengikuti langkah biadab tersebut. Masalah Fany Oktora bukan masalah sepele. Karena jika tidak ditindaklanjuti secara hukum, maka akan semakin bermunculan Fany- Fany yang lain.
Habis manis sepah dibuang, tidakkah sudah cukup ketidaktegasan pemerintah dalam meniadakan peraturan berzina di Indonesia? Sehinga dengan itu para laki-laki bejat dengan leluasa bermain mesum di tempat lokalisasi prostitusi. Tidakkah cukup bukti para perempuan ditindas di negeri sendiri ketika penguasa negeri ini tidak mau membuat Undang-Undang pornoaksi agar ruang gerak artis dan PSK terbatas dan menyelamatkan anak negeri. Lalu kisah Fany, semakin menambah sayatan hati.
Luka itu kian parah, lagi-lagi perempuan dan anak yang menjadi korban. Nasib baik masih berpihak kepada Fany kalau ia tidak hamil, kalau hamil bagaimana? Sandang janda muda ternyata tidak lebih pahit ketika pada saat yang bersamaan juga harus mengasuh anak tanpa bapak, tanpa kejelasan hukum dan tidak diakui oleh Negara.
Lalu dimana para pembela kaum perempuan? Tidak cukup jika hanya sekedar ungkapan “perempuan harus pandai-pandai jaga diri” sebagaimana yang dikatakan Linda Agung Gumelar. Selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ia harus mendesak pemerintah dalam hal ini DPR untuk membuat peraturan perlindungan kepada perempuan. Yang diawali dengan membuat draf Undang-Undang yang akan ditawarkan.
Kalau saja Nafisa Mboy, Menteri Kesehatan bisa mempromosikan kondom bagi penduduk rentang HIV/ AIDS termasuk remaja, kenapa Menteri yang jelas- jelas membidangi perempuan tidak dapat berkoar-koar menuntut keadilan bagi kaum hawa. Bukankah sudah menjadi bagian dari tugasnya melindungi seluruh hak perempuan Indonesia.
Cara Instan Menghalalkan Prostitusi
Walaupun prostitusi diharamkan di Indonesia, tetapi banyak metode prostitusi halus yang bisa dilakukan. Termasuk yang dilakukan Bupati Garut tersebut. Karena secara esensi tidak ada perbedaan kegiatan prostitusi. Setelah puas, bayar lalu tinggalkan. Hanya saja sedikit tambahan lebel setelah halal di mata keluarga.
Namun belum tentu halal di mata Allah, karena pernikahan yang dilakukan dengan niat melukai perempuan hukumnya haram. Soal niat hanya Aceng HM Fikri yang tahu. Dan Allah tidak bisa dibohongi, Ia Maha Tahu apa yang tersembunyi dalam hati. Dilema ini akan terus berkepanjangan selama ketegasan pemerintah tetap loyo dalam membuat peraturan. Buktinya bisnis asek-asek yang tersebar di Indnesia ada 650.000 tempat, dari jumlah tersebut sebanyak 150.000 lokalisasi yang legal. Merupakan hal yang sangat memalukan saat prostitusi dapat menembus tempat pendidikan, apalagi berlebel keagamaan.
Pesantren Al Fadillah tempat Fany menuntut ilmu hanya salah satu pesantren yang mencuat namanya setelah kasus yang menimpa. Dengan hal ini, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) harus meninjau ulang ungkapan yang pernah ia lontarkan. Arwani Faishal mengatakan bahwa pernikahan adalah masalah perdata. Karena itu akan menjadi kezaliman pemerintah jika memenjarakan pelakunya. Dia kemudian membandingkan dengan pelaku kumpul kebo yang jelas-jelas bertentangan dengan agama mana pun, tapi tidak pernah dikenai sangsi pidana oleh negara.
Perlu digaris bawahi, RUU nikah siri yang sedang dibahas di DPR RI merupakan bentuk keberpihakan Negara kepada perempuan. Agar tidak ada lagi janda-janda yang dengan mudah dinikahi dan diceraikan tanpa alasan yang jelas. Agar terputus rantai yang membelenggu anak-anak agar dapat memiliki akta kehahiran yang disahkan Negara. Agar orang- orang sekelas Aceng Fikri dapat dengan cerdas mempertanggung jawabkan perilakunya dengan gentle men.
Oleh karena itu, baik perilaku kumpul kebo, pemerkosaan, kawin kontrak ataupun nikah siri, harus memiliki dasar hukum agar setiap laki-laki hidung belang jera dan tidak menganggap enteng kaum hawa. Hal inilah yang hendaknya diperjuangkan para aktivis perempuan, bukan malah menjerumuskan kaumnya para jurang kehinaan yang lebih dalam atas nama feminisme. Wallahu ‘alam.


No comments:
Post a Comment